Surabaya, NU Online
Kehidupan manusia tidak cukup hanya dipandu oleh akal. Sebab, (kemampuan) akal manusia terbatas. Pasalnya, akal masih perlu dipandu oleh hati. Dalam diri manusia terdapat dua hal penting yang saling berlawanan, yakni akal yang memiliki kecenderungan pada hal-hal positif (kebaikan) dan nafsu yang cenderung mengajak pada perilaku negatif. Dalam konteks ini, posisi hati sebagai “hakim” atas dua kekuatan atau kecenderungan tersebut.
Demikian disampaikan KH Abdurrahman Navis, Lc, MHI, saat menjawab pertanyaan peserta Pengajian Ramadhan PWNU Jatim, di ruang loby kantor PWNU Jatim, Kamis (05/08).
Kiai Navis menyatakan, bahwa Ramadhan merupakan bulan untuk “tahannus” meditasi dalam rangka bertafakkur kepada Allah. Sehingga Ramadhan bisa dikatakan sebagai bulan pendidikan (mengasah) hati (rohani).
Kiai Navis menjelaskan, dilihat dari sisi bahasa, Ramadhan berasal dari bahasa Arab “al-Ramadh” yang artinya “panas batu akibat sinar matahari”. Dengan tambahan “Nun Taukit” di belakangnya, sehingga arti Ramadhan adalah “sangat panas”.
Penamaan ini, menurut Wakil Katib Syuriah PWNU Jatim ini, setidaknya menurut Imam Qusyairy pertama karena pada pertama kali ditetapkan sebagai bulan (wajib) puasa, pada bulan tersebut sangat panas. Kedua, karena bulan ini berfungsi sebagai pembakar dosa.
Dengan demikian, Kiai Navis menyarankan agar bulan Ramadhan ini diisi dengan memperbanyak amal ibadah. Dengan mengutip pendapat Imam Al-Ghazali, Kiai Navis menegaskan, ada lima macam ibadah yang harus dilakoni umat Islam pada bulan ramadhan. Pertama, ibadah qalbiyah.
“Dalam bulan ini harus memfokuskan hati kita hanya kepada Allah, memikirkan anugerah Allah. Sehingga, tumbuh rasa empati kepada orang lain,” tegasnya.
Rasa empati kepada orang lain akan tumbuh ketika kita mengalami nasib yang sama. “Nah, saat lapar kita akan merasakan penderitaan orang miskin yang kelaparan,” imbuhnya.
Kedua, ibadah qauliyah. Pada bulan puasa ini harus memperbanyak membaca al-Qur’an, dzikir, dll. Ketiga, ibadah fi’liyah. Keempat, ibadah imsakiyah (menahan diri). Dan Kelima, ibadah maaliyah (memperbanyak sedekah, dll).
Pengajian Ramadhan hari ketiga ini tampak cukup gayeng. Berbeda dengan hari pertama yang disampaikan Rais Syuriah PWNU Jatim KH Miftachul Akhyar oleh terlihat peserta sedikit canggung menanyakan banyak hal.
“Ini bukan ngaji, tapi nguji. Karena para peserta pengajian orang-orang pintar semua,” celetuk Kiai Navis saat mengawali menyampaikan pengajian. Karuan saja ketika dibuka sesi pertanyaan, banyak peserta mmengajukan banyak hal. Dari soal hati, hati nurani, akal, hingga panitia zakat dan zakat profesi, dll.
Belum ada tanggapan untuk "Ramadhan Sebagai Bulan Tahannus"
Post a Comment