KH Buchori Masruri: NU harus bisa sebagai Ahlu Dzikri

Demak, NU Online
Alfatihah adalah surat yang paling sering dibaca, induk kitab (ummul kitab), para ulama menganggapnya sebagai kesimpulan seluruh kitab suci, kesimpulan dari ajaran Nabi dan Rasul, Demikian inti pokok dari kajian tematik yang diselenggaran MWC NU Demak kota 9/10/2011 di masjid Nurul Huda komplek Perum Wijaya Kusuma I Katonsari Demak yang disampaikan mantan pengurus wilayah NU Jawa Tengah KH Buchori Masruri.

Menurut Kiai Buchori, Nama nama fatihah sangat banyak, namun ada beberapa yang masyhur diantaranya  Alfatihah, Ummul Qur’an, Ummul Kitab, Alhamdulillahi Rabbil Alamiin, Assab’ul Matsani, Al kafiyah, Assyafiyah, Quri’at Lahu dan masih banyak lagi, menurutnya kesemua nama Fatihah ada arti rahasia tersendiri sesuai dengan nama dan tujuannya, maka dia mengajak agar jamaah untuk bisa mendalaminya.

“Fatihah iku lirkadiyo koyo samudro, milo saking meniko ayo podo nyilem ono jerone samodero fatihah (Surat Fatihah itu seperti samudera, maka dari itu mari kita menyelami samudera Fatihah untuk mendalaminya, Red ),” ajaknya

Bahkan kiai Buchori menceritakan jaman Nabi Muhammad SAW ada sahabat yang sakit, sudah berobat kesana kemari tidak sembuh, saat ada sahabat Nabi yang lain tahu maka sahabat tersebut cari air dan dibacakan Fatihah lalu ditiupkan, akhirnya sahabat Nabi yang sakit tersebut sembuh dari sakitnya. Maka sahabat tersebut langsung menemui nabi dan menceritakan kejadian tersebut, Nabi Muhammad hanya bilang “kowe kok ngerti yen fatihah iku keno kanggo tombo (kamu kok tahu kalau Fatihah itu bisa untuk obat.Red),” kata kiai Buchori seakan akan menirukan kata nabi dalam ceritanya.

Dalam hal ini yang percaya so’al seperti ini hanya orang NU, karena ketika mempelajari kandungan ayat Alqur’an secara menyeluruh melalui tafsir dan sirah (Sejarah) Nabi. Maka dari itu kiai Buchori mengajak warga NU selalu belajar agar bisa faham persoalan sehingga dalam menjawab masalah bisa sepenuhnya teratasi dengan baik, tidak seperti kelompok yang sok Islam yang berpedoman pada Alqur’an terjemahan dan mengaku pintar. Warga NU harus siap jadi tumpuan umat yang membutuhkan jawaban atas bebagai persoalan tersebut.

“Fas’alu Ahla dzikri inkuntum la ta’lamun, takono gone wong pinter yen ra ngerti ( Bertanyalah pada orang yang tahu perso’alan jika kamu tidak mengerti,Red),” ajak kiai Bukhori.

Postingan terkait:

Belum ada tanggapan untuk "KH Buchori Masruri: NU harus bisa sebagai Ahlu Dzikri"

Post a Comment