Jakarta, NU Online
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siroj meminta Eropa dan Amerika Serikat untuk belajar soal toleransi beragama dari Indonesia. Said menyebut Indonesia dengan mayoritas penduduk Muslim ternyata masih memberikan tempat kepada pejabat negara dari kalangan non Muslim.
''Di Indonesia yang memiliki penduduk Muslim sebesar 86 persen, kita punya lima menteri dari kalangan non Muslim. Kita sudah paham tentang toleransi, nah sekarang saya tunggu Amerika dan Uni Eropa (melakukannya),'' kata Said Aqil saat berbicara di Indonesia and the European Union, Human Rights and Faith in Focus di Hotel JW Marriot Jakarta, Senin, 24 Oktober 2011.
Pria yang akrab disapa Kang Said ini membeberkan sejumlah fakta tentang toleransi di Eropa maupun Amerika. Ia menyebut, di Amerika belum ada menteri dari kelompok Muslim yang mendapat tempat di pemerintahan.
Sedangkan di Prancis yang memiliki komunitas Muslim sekitar 5-6 persen, juga mengalami situasi yang sama dengan di Amerika. ''Baru di Inggris yang menempatkan satu Muslim di kabinetnya,'' kata kiai yang akrab disapa Kang Said ini. ''Kalau melihat situasi seperti ini, kita sepertinya sudah jauh lebih maju dari Eropa dan Amerika.''
Selain menyinggung soal toleransi yang belum ada di tingkat pemerintahan, Kang Said juga menyinggung perilaku bangsa Eropa yang kerap menyakiti perasaan masyarakat Muslim dunia.
Di antaranya ia menyebut ulah pembuatan karikatur Nabi Muhammad di Denmark. Lalu di Prancis, kata dia, adanya larangan berjilbab. Di Swiss ada larangan membangun menara masjid, dan di Amerika Pendeta Terry John membakar al Quran. ''Ini fenomena yang tidak sehat. Ini bisa mengundang ekstrem kelompok Islam di tempat lain,'' keluh Said.
Terkait pernyataan Kang Said di forum, Julian Wilson yang menjadi ketua delegasi Uni Eropa untuk Indonesia, Brunei Darussalam dan ASEAN, langsung melakukan pembicaraan intensif selepas tampil di forum.
Julian mengaku sangat berterima kasih adanya masukan dari Said Aqil saat berbicara di forum. Namun terkait dengan masalah penutup aurat kepala perempuan, ia memberikan penjelasan.
''Di Prancis, burka memang dilarang tetapi kalau hijab (kerudung) tidak ada larangan,'' jelas Julian. ''Tetapi saya sangat berterima kasih. Pidato dan masukannya bagus. Kami tentunya akan agendakan masalah ini di forum.''
Soal burqa, Said menjelaskan hal itu memang bentuk dari budaya Arab. ''Tetapi kalau jilbab dilarang, itu yang kami sayangkan,'' katanya kepada Julian.
Sementara itu Julian menjelaskan pertemuan ini digagas untuk memperkuat dan menggali hubungan keyakinan beragama dan hak asasi manusia.
Di tengah pluralisme yang telah muncul di Indonesia dan Uni Eropa, dia mengatakan, semua pihak harusnya bisa memberikan jaminan keamanan tanpa ada rasa takut kepada semua pihak untuk melakukan ibadahnya. ''Kami berharap lewat konferensi yang digelar dua hari ini bisa lebih terarah lagi dalam menggali berbagai macam persoalan dan kita mencoba untuk mencari solusinya,'' kata dia.
Konferensi yang digelar oleh Uni Eropa ini dilangsungkan selama dua hari. Kegiatan ini dihadiri oleh 150 perwakilan dari kelompok sosial masyarakat, pemerintahan, duta diplomatik dan perwakilan dari Uni Eropa.
Dalam konferensi ini di antaranya membahas mengenai peran dari organisasi keagamaan dalam mempromosikan maupun melindungi berjalannya HAM. Selain itu lagi konferensi ini mengangkat tema seputar kesadaran terhadap kebebasan beragama dan hak-hak asasi manusia.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Belum ada tanggapan untuk "NU Ajak Eropa dan Amerika Belajar Toleransi dari Indonesia"
Post a Comment