Jakarta, NU Online
Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dan Pengurus Besar Mahdlatul Ulama (PBNU) mencapai kata sepakat untuk bersama-sama mempertajam sosialisasi empat pilar Kebangsaan Indonesia, yang terdiri dari Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Langkah ini diharapkan bisa memperkuat nilai-nilai yang terkandung dalam empat pilar tersebut dalam diri setiap elemen bangsa, mulai dari pejabat hingga rakyat jelata.
Kesepakatan tersebut dicapai dalam audiensi jajaran pengurus Tannfidziyah PBNU dengan pimpinan MPR yang diwakili Ketua Taufik Kiemas dan Wakil Ketua Melani Leimena Suharli, Senin (5/12). Sosialisasi empat pilar kebangsaan ini sendiri sebelumnya menjadi salah satu program kerja MPR sebagai lembaga tertinggi di Indonesia.
"Sebenarnya ini bukan hanya tugas MPR, tapi seluruh masyarakat Indonesia. Makanya ingin kami menggandeng Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) seperti NU, karena kalau Ormas yang melakukan bahasannya lebih bisa dimengerti," kata Taufik mengenai alasan digandengnya PBNU dalam sosialisasi empat pilar demokrasi.
Terkait teknis sosialisasi empat pilar demokrasi yang dipertajam, akan dilakukan pembicaraan lanjutan di waktu mendatang.
Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj, mengenai ajakan MPR untuk bersama-sama mempertajam sosialisasi empat pilar demokrasi menyampaikan sambutan baik. Pemahaman atas nilai-nilai yang terkandung dalam empat pilar demokrasi diakuinya sangat terbatas, yang dibuktikan dalam kunjungan dan dakwah di sejumlah daerah beberapa waktu lalu.
"Di Lampung dan Jambi saya pernah ada undangan dakwah, di sana saya jumpai sejumlah mahasiswi yang mulai mengenakan cadar. Itu bibit Islam radikal yang mulai masuk dunia kampus, yang awalnya bisa karena pemahaman lemah terhadap kenegaraan," ungkap Kiai Said.
Yang lebih memprihatinkan, masih kata Kiai Said, pemahaman yang kurang terhadap empat pilar demokrasi juga sudah menjangkiti kalangan pejabat, baik sipil maupun militer. "Memang sudah saatnya empat pilar demokrasi dikenalkan lebih dalam, tidak hanya kepada masyarakat, tapi juga kalangan pejabat," tandasnya.
Sementara Wakil Ketua Umum PBNU As'ad Said Ali yang juga ikut dalama audiensi tersebut lebih menekankan kepada pentingnya bagaimana melakukan amandemen terhadap UUD 1945 secara benar. Dari beberapa kali amandemen yang sudah dilakukan, diakuinya masih terdapat sejumlah hal yang terlewatkan.
Di antaranya dalam memahami demokrasi terpimpin yang saat ini dianggap sudah kebablasan. MPR diminta untuk dengan benar mengawal amandemen UUD 1945. Hal lain yang juga mendapatkan sorotan adalah mengenai ayat pertama Pancasila, Ketuhanan Yang Maha Esa, yang dinilai harus diterjemahman secara benar.
"Kita bukan negara agama, tapi juga bukan negara sekuler. Saya yakin MPR bisa mengawal ini dengan baik," tegas As'ad.
Audiensi ini sendiri dilakukan jajaran pengurus Tanfidziyah PBNU sekaligus sebagai kunjungan balasan, mengingat sudah beberapa kali Taufik Kiemas sebagai Ketua MPR memenuhi undangan PBNU. Dari hasil audiensi, Wakil Ketua MPR Melani Leimena Suharli mengaku sangat senang, karena PBNU sudah bersedia membantu upaya sosialisasi empat pilar demokrasi Indonesia.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
make cadar aja gak boleh, pelit amat mas bro..
ReplyDeletesiapa bilang gak boleh, boleh-boleh saja asal paham. Cadar itu bukan bentuk syariat, cuma budaya arab yang ndompleng saja seiring penyebaran islam. Dan ingat, walaupun boleh tapi tetap taat pada aturan negara. Kalau suruh lepas sementara untuk pemeriksaan keamanan dan kesehatan gak usah sakit hati.
ReplyDelete