SAMPANG - Berdakwah bukan untuk menghukum atau memberikan vonis bersalah, tetapi mengajak masyarakat menuju jalan yang diridhai Allah SWT. Demikian disampaikan Wakil Ketua PCNU Sampang Ustadz Mahrus Zamroni mengutip pendapat KH Ahmad Siddiq, Rais Aam PBNU tahun 1980-an.
Hal itu disampaikannya dalam dialog Sampang mencari Solusi Kasus SARA yang diselenggarakan oleh Forum Komunikasi Mahasiswa Sampang (Forkamasa) bekerjasama dengan Radar Bangsa, Ahad (2/9) lalu di Menara Friedchicken Sampang.
Dialog juga mengundang elemen pengikut Tajul muluk di Sampang, Kepolisian, MUI, pengamat dan kalangan pondok pesantren, Bupati Sampang, Komnas Perempuan, dan Mahasiswa Sampang yang menempuh pendidikan di berbagai perguruan tinggi di Madura. Dialog dipandu oleh Dr. Deny Setya Bagus Yuherawan dari Fakultas Hukum Universitas Trunojoyo Bangkalan. Sementara dari PCNU Sampang di wakili oleh Ustadz Mahrus Zamroni wakil Ketua dan Moh Hasan Jailani Wakil Sekretaris.
Dalam paparannya Ustadz Mahrus menegaskan bahwa walaupun telah dilakukan dialog berkali-kali antara Ulama Madura dengan Saudara Tajul Muluk termasuk di dalamnya PCNU Sampang, namun PCNU Sampang masih sangat membuka diri untuk mengadakan dialog dialog berikutnya dengan cara yang damai, terbuka, dan tulus.
Ustadz Mahrus tidak bisa menyembunyikan keheranannya kenapa kasus Sampang tidak kunjung selesai, tidak sebagaimana kasus Pasuruan maupun Puger jember. Karena menurutnya Mahrus kasus sekecil apapun baik masalah asmara maupun masalah warisan yang sangat privat ketika memakai baju dan symbol agama maka akan sangat eksesif dan cara penyelesaiannya kadang-kadang sangat panjang dan tidak berujung.
Ketika ditanya tentang upaya relokasi tentang terhadap para pengikut Tajul, Ustadz Mahrus menjelaskan, masyarakat Karanggayam juga mempunyai Hak Asasi untuk hidup nyaman tanpa diganggu oleh siapapun baik atas nama keluarga atau agama. Oleh karena itu kalau upaya dialog sudah deadlock dan selalu ada pengkhianatan pada hasil kesepakatan bersama, maka relokasi bukanlah suatu hal yang haram. Atas Nama HAM pengungsi punya hak hidup di Karanggayam, tapi atas nama HAM pula warga karanggayam yang lain punya hak hidup tentram tanpa teror teologi.
Dalam kesempatan tanya jawab ustadz Mahrus lebih lanjut mengungkapkan bahwa Dialog yang selama ini terjadi hanya berhenti pada elit-elit agama, sehingga pola-pola dialog tidak pernah terjadi pada tingkat akar rumput. Seharusnya dialog yang sudah dilakukan elit agama, diikuti dengan pola-pola dialog di tingkat bawah. Dalam release yang dikeluarkan dalam menyikapi kasus di Karaggayam, PCNU Sampang sudah menawarkan dialog yang tulus.
Dengan dialog bersama diharapkan tercipta kesejehteraan bersama melalui pemikiran bersama dan kegiatan bersama demi terwujudnya solidaritas dan soliditas anak bangsa. Menghidupkan dan memberdayakan forum kerukunan umat beragama bisa menjadi salah cara agar dialog antar umat beragama dan berbagai paham dalam agama tejadi secara intens dan jujur.
Dialog tidak harus selalu berbentuk dialog diatas meja, tapi dialog haliyah dengan cara mengadakan kegiatan bersama antar pemeluk agama dan aliran, akan lebih enjadi efektif dan berjalan alamiah.
”Saya mohon Maaf kepada Bapak Bupati Sampang, yang dengan tegas menolak adanya FKUB di Sampang, mulai saat ini FKUB sangat dibutuhkan sebagai wadah dialog berperadaban antar aliran danantar iman,” tukas ustadz Mahrus tegas.
Untuk Jangka panjang ada beberapa hal yang ditawarkan Ustadz Mahrus Untuk dijadikan solusi diantaranya dengan memperkuat modal sosial misalnya melalui regulasi penyiaran agama di tingkat lokal untuk mengatur misi ekspansi masing-masing aliran atau agama, meningkatkan kualitas pemahaman keagamaan, sehingga tercipta sosok agamawan yang saleh individual dan saleh sosial, mengembangkan nilai universal agama misalnya keadilan, musyawarah, al musawah maupun toleransi. Sumber: NU Online
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Belum ada tanggapan untuk "PCNU Sampang: Berdakwah Bukan untuk Memvonis Bersalah"
Post a Comment