Wali Kesepuluh, itulah gelar yang diberikan oleh masyarakat awam di jawa timur - jawa tengah (atau bahkan Indonesia) kepada sosok KH Abdurrahman Wahid, Gus Dur. Jika telah ada wali songo (dari masa Sunan Gresik s.d Sunan Muria) kini ditambah satu lagi, Gus Dur.
Bagi saya, Gus Dur wali atau tidak wali bukan masalah. Tapi jika beliau adalah wali dan disejajarkan dengan 9 penghulu besar wali di tanah jawa (Sunan Gresik dkk) saya malah tidak setuju. Biarlah beliau menjadi salah satu wali-wali kecil dalam rentang sejarahnya sendiri bagi masyarakatnya sendiri. Serasa congklang jika anda tidak menyebut KH Hasyim Asy'ari, KH Kholil Bangkalan, KH Bisri Sansuri, KH Wahab Hasbullah, KH Bisri Musthofa, KH Abdul Hamid Pasuruan, atau pendahulunya Syech Nawawi al-Banteni, Syech Ichsan Jampes dkk sebagai wali yang ke sepuluh itu tadi.
Pun konsep Walisongo itu sendiri sudah salah kaprah semenjak didistorsi di wayang-wayang dan diperparah dengan film-film Walisongo era 80-90an. Walisongo bukan hidup sezaman, mereka jumlahnya bisa jadi 9 dan biasanya merupakan ulama penting di sebuah negara di nusantara (dari zaman majapahit sampai penerusnya). Dan konsep waliyah dalam Islam sendiri memang begitu, berganti-ganti dan bertingkat-tingkat.
Tapi awam memang awam, bagi mereka Wali Sepuluh adalah satu lagi obyek diluar wali sembilan yang bisa mereka ziarahi tiap tahun, kini ditambah lagi mereka ke Madura (ke Maqbarah Syaikhona Kholil Bangkalan) dan ke Jombang/Tebu Ireng.
Semoga ndak kualat
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Belum ada tanggapan untuk "Menarik Gus Dur dari Gelar Wali Kesepuluh"
Post a Comment