JAKARTA - Rais Syuriyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Ahmad Ishomuddin menyatakan, sejak dulu NU menghargai budaya setempat. Selama tak melanggar syari’at, segenap praktik yang sudah mengakar di masyarakat tak boleh diganggu.
“Kenapa NU sangat apresiatif terhadap soal-soal kebudayaan? Karena memang ada kaidah fiqihnya di dalam agama,” tuturnya saat ditemui NU Online di Jakarta, Rabu (20/12) malam.
Kiai Ishom mengungkapkan, kaidah tersebut berbunyi “La yanbaghi al-khuruj min adatin nas illa fil haram” yang berarti tak selayaknya keluar dari kebudayaan masyarakat selama itu bukan perkara haram.
Menurut dia, prinsip NU ini cukup efektif dalam melancarkan dakwah Islam. Secara lembut, seorang ulama dapat mengajak sasaran dakwahnya tanpa mendapatkan banyak perlawanan.
Kiai Ishom bercerita tentang pengalamannya menengahi konflik antara tokoh-tokoh adat dan tuan guru yang terjadi di Nusa Tenggara Barat. Para tuan guru menolak keras adat dalam sebuah pesta perkawinan yang mengandung pelanggaran syari’at, seperti minum minuman keras.
Alih-alih diikuti, penolakan adat oleh tuan guru justru mempertajam ketegangan di masyarakat. Padahal, dulu adat yang berlangsung cukup Islami, namun karena perkembangan budaya setempat, kegiatan pesta itu kemudian berubah.
Kiai Ishom lantas membuat kesepakatan untuk tetap mempertahankan kebiasaan budaya yang dilakukan oleh peduduk lokal dengan menghilangkan kegiatan minum minuman keras.
“Saya menyelesaikan itu melalui strategi al-jam‘u wat taufiq atau kompromi. Tidak merugikan tokoh adat dan tidak bertentangan dengan agama,” ujar Kiai Ishom.
Pengasuh rubrik konsultasi syari'ah dalam sebuah media cetak ini juga mengingatkan, budaya senantiasa berkembang, sehingga menuntut masyarakat untuk senantiasa beradaptasi perubahannya. Sumber: NU Online
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Belum ada tanggapan untuk "Apresiasi NU Terhadap Budaya Berdasarkan Fiqh Pula"
Post a Comment