Bali, NU Online
Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menyatakan, sejarah pendirian NU pada 1926 lalu, kini seakan “terulang” kembali.
“Saya melihat, hari ini, apa yang tengah terjadi, hampir sama situasinya dengan situasi tahun 1920-an. Bahkan di era globalisasi ini, tantangan NU semakin sulit dan berat, karena dunia seakan tak bersekat,” terangnya saat memberikan sambutan pada Halaqah Nasional Majma’ Buhuts An-Nahdliyyah, di Pulau Bali, Sabtu (12/12) malam seperti dikutip dari laman kemenag.go.id.
Menurutnya, Nahdlatul Ulama (NU) yang berdiri pada 1926, secara reduktif lahir sebagai jawaban dari dua permasalahan. Pertama, karena masalah ekonomi. Hal ini bisa dilihat dari sejarah berdirinya Nahdlatul Tujjar, sebelum NU dideklarasikan.
Kedua, terkait faham keagamaan. NU saat itu didirikan sebagai organisasi yang mendeklarasikan diri sebagai representasi dari faham keagamaan dan amalan keislaman khas Nusantara yang telah dirumuskan oleh para pendahulu sebelumnya.
“Salah satunya di mana dalam konteks Aqidah lebih cenderung mengikuti ijtihad al-Asy’ariyah dan Maturidiyyah, dalam Fiqih menganut salah satu dari empat Imam Madzab dan lain sebagainya,” tutur Menag.
Sehubungan dengan itu, Menag melihat, NU sudah saatnya untuk mandiri secara ekonomi, jika tidak, maka kemungkinan besar NU akan mudah tersandera. Selain itu, NU juga harus melakukan proses pengkaderan yang baik dan benar sesuai khittahnya. “Ke depan, pengurus NU harus memahami dengan seksama apa itu NU, amalan-amalannya, dan lain sebagainya,” imbuh Menag.
“Ketiga, tambah Menag, NU harus transparan dan akuntabel. Hal ini sangat penting bagi perkembangan NU ke depan,” tambahnya.
Majma’ Buhuts An-Nahdliyyah adalah sebuah forum yang intens dalam mendiskusikan berbagai masalah ke-NU-an. Forum ini bertujuan memberi kontribusi nyata, agar ke depan, jama’ah NU bangga dengan jam’iyyah NU di satu sisi, sisi lain, NU sebagai organisasi, mampu mengejawantahkan aturan-aturan (Qonun Asasi) dalam bentuk nyata, sesuai dengan situasi dan kondisi saat itu, di wilayah tertentu.
Forum yang diketuai oleh KH Muadz Thohir ini merupakan gagasan (alm) KH Sahal Mahfudz dan KH A Mustoga Bisri (Gus Mus). Majma’ mencoba memasyarakatkan jam’iyyah NU pada masyarakat luas.
Dalam Halaqah yang akan berlangsung hingga 13 Desember ini, hadir beberapa pengurus teras PB NU, seperti KH Miftahul Akhyar, KH Yahya Tsaquf dan lain sebagainya. Hadir pula beberapa tokoh, seperti Ulil Absar Abdallah, Alissa Wahid, Gus Abdul Gofur Maemun, Gus Rozin, para kiai dari Jawa dan Bali, pengurus NU, baik provinsi maupun cabang.
Menag yang lahir dari garba keluarga NU dan putra dari Sekjen NU (alm KH Saifuddin Zuhri) meyakini, bahwa salah satu keunggulan NU, selain jumlah warga yang besar, adalah NU mempunyai daya ikat yang sangat tinggi, jika dibanding dengan organisasi semacam. Menurutnya, SDM NU yang melimpah, jika diorganisir dengan baik, maka akan mampu ikut serta dalam pembangunan nasional.
“Ke depan, semoga kita mampu memposisikan diri, baik sebagai hamba Allah SWT, maupun sebagai khalifah di muka bumi ini,” tutur Menag.
Dalam kesempatan tersebut, Menag sedikit memaparkan RUU PUB dan pentingnya menjaga keseimbang kehidupan dunia dan akhirat. Red: Mukafi Niam
Sumber: NU Online
Beranda » berita NU »
berita pesantren terbaru »
berita santri »
kabar santri »
Keislaman »
kenuan »
Nadhlatul Ulama »
NU
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Belum ada tanggapan untuk "Menag: Sejarah Pendirian NU “Terulang”"
Post a Comment