Digelarnya kirab resolusi Jihad NU dari Surabaya ke Jakarta kemarin oleh keluarga besar NU memang tak luput dari aroma politis. Kirab yang berangkat dari ide Rais Jamiyyah Ahlit Thariqah An-Nahdliyah (Jamiyah Tarekat NU) Habib Luthfi bin Yahya ini memang disponsori (terutama) oleh Majelis Sholawat Nusantara (MSN) dan Garda Bangsa, dua organisasi underbow Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
Aroma politis itu kian kuat ketika ternyata sebagian besar kepanitiaan acara ini memang diisi oleh para kader-kader PKB dari tingkat Pusat (Ketum PKB sebagai SC, Sekjen DPP sebagai OC dll) sampai tingkat daerah mulai dari Surabaya sampai Jakarta. Kalau anda sempat mengikuti acara kirab ini, anda akan menemukan bendera NU dan bendera PKB berkibar berdampingan dibeberapa sudut jalan yang dilewati massa kirab.
Kolaborasi kader-kader PKB yang menyelenggarakan kirab ini membuat kecemburuan dan cibiran sendiri dikalangan kader-kader NU non-PKB seperti yang tersebar di PPP, PKNU dan PKBN. Walaupun pada tingkat massa, banyak kader ketiga partai itu yang ikut menyukseskan kirab tapi tak juga dengan tingkat elitenya. Gerbong NU di PPP misalnya menuduh PBNU, khususnya Kyai Said Aqil Siradj mulai condong ke salah satu partai karena terlalu sering meladeni undangan pengajian dan pelantikan pengurus PKB dan underbownya.
Demikian pula aktivis PKBN yang sebagian besar mengaku sebagai Gusdurians (sebuah forum diskusi yang dipimpin Alissa Wahid dkk untuk melanjutkan pemikiran Gus Dur, RED) menilai kirab ini hanya ajang politisasi dan memutuskan untuk tidak datang karena tidak diundang dan karena sponsor utamanya adalah partai, PKB. Demikian pula ditingkatan elite PKNU yang juga terbelah antara sikap setuju dan tidak setuju dengan adanya kirab resolusi jihad ini. GP Ansor sendiri sebagai salah satu backbone NU tidak ikut secara resmi dalam kirab ini, mungkin karena ketumnya adalah orang Golkar.
Menurut saya, PPP, PKNU dan khususnya PKBN sangat kecolongan dalam masalah penyelenggaraan kirab ini. Kedekatan NU - PPP memang dekat tidak dekat. PKNU terkendala masalah pendanaan dan sumber daya (mungkin). Dan PKBN terlalu jauh dari elite-elite NU dan mungkin pula kesulitan pendanaan dan sumber daya seperti PKNU untuk menyelenggarakan kirab seperti ini.
Terlepas dari aroma politik yang ada, menurut saya kirab ini layak untuk dilanjutkan dan diadakan secara reguler tiap tahun. Tentunya dengan persiapan yang matang dan benar-benar melibatkan seluruh keluarga besar NU, seluruh underbow NU dan seluruh partai-partai yang secara psikologis memang didirikan oleh keluarga besar NU, yang menurut saya memang hanya ada 3: PKB, PKNU dan PKBN.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Dan, terjawab sudah, mengapa ketum PBNU tak hadiri acara pembukaan mukernas PPP di almamaternya sendiri..
ReplyDeleteMungkin kesediaan pesantren ditempati sebagai arena mukernas parpol adalah sebagai penyeimbang, bahwa ada sekian kader elite NU yg tersebar di sekian parpol.
Saatnya NU bersatu meski tak terhimpun dalam satu parpol.