Jakarta, NU Online
Pesantren, sebagai lembaga pendidikan tertua di Indonesia, kini mengalami perubahan mendasar. Jika dulu relatif seragam, kini muncul dengan berbagai variasinya. Terutama dilihat dari kurikulumnya.
Hal itu disampaikan Deputi I Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Mayor Jendral Agus Surya Bakti saat membuka Workshop Deradikalisasi Agama Berbasis Kiayi dan Pesantren dengan tema Meneguhkan Islam Rahmatan Lil alamain pada Selasa, (1/11).
Workshop yang berlangsung di Hotel D’Wangsa, Jakarta, ini merupakan kerja sama antara Pengurus Besar Nahdlatul Ulama dan BNPT.
“Ada pesantren yang mengadopsi kurikulum nasional, ada yang tidak; meski memberikan pelajaran-pelajaran umum. Kemudian ada pesantren yang hanya sebatas majelis ta’lim. Yang terakhir, pesantren juga ada yang menampung untuk mahasiswa dan pelajar,” ujarnya.
Kini, tambah Agus, tumbuh pula pesantren yang berhaluan Islam radikal tanpa bisa kita pantau. Karena itulah perlu untuk menyamakan persepsi pempinan pesantren agar pesantren-pesantren di lingkungan NU tidak tersusupi oleh “mereka”.
Dia juga mengharapakan supaya pemimpin pesantren NU terus mematahkan argumentasi “mereka” yang bersumber dari ajaran agama yang disalahtafsirkan.
Sementara itu Sekretaris Jenderal PBNU, H Marsyudi Suhud menegaskan bahwa dari 21.600 pesantren di lingkungan NU, tak ada satu pun yang berhaluan radikal. Hal itu dikarenakan pesantren-pesantren NU melanjutkan metode dakwahnya Walisongo.
Menurutnya, keberhasilan dakwah Walisongo dilakukan dengan jalan damai. Islam yang sebelumnya dipeluk beberapa orang menjadi mayoritas. Itu terjadi tanpa pertumpahan darah yang berarti.
Workshop ini diikuti 35 peserta yang terdiri dari kyai, nyai, ustadz dan santri senior serta badan otonom (banom) NU. Kegiatan berlangsung tiga hari ini merupakan angkatan ke-3 dari rangkaian Workshop Deradikalisasi Agama Berbasis Kiyai dan Pesantren.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Belum ada tanggapan untuk "PBNU Kembali Adakan Workshop Deradikalisasi Agama"
Post a Comment