Tentang Ziarah Rajabiyah dan Peringatan Haul

NU Online, Diriwayatkan Al-Baihaqi dari Al-Wakidi bahwa Rasulullah SAW senantiasa berziarah ke makam para syuhada di bukit Uhud pada setiap tahun, tepatnya di bulan Rajab, bulan ketujuh dalam kalender Islam Hijriyah. Sesampai di Uhud, beliau memanjatkan doa sebagaimana dalam Al-Qur’an Surat Ar-Ra’d ayat 24 :

سَلامٌ عَلَيْكُم بِمَا صَبَرْتُمْ فَنِعْمَ عُقْبَى الدَّارِ



Keselamatan atasmu berkat kesabaranmu. Maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu.

Diriwayatkan pula bahwa para sahabat pun melakukan apa yang telah dilakukan Rasulullah. Lanjutan Riwayat: Abu Bakar juga melakukan hal itu pada setiap tahunnya, kemudian Umar, lalu Utsman. Fatimah juga pernah berziarah ke bukit Uhud dan berdoa.

Saad bin Abi Waqqash pernah mengucapkan salam kepada para syuhada tersebut kemudian ia menghadap kepada para sahabatnya lalu berkata, ”Mengapa kalian tidak mengucapkan salam kepada orang-orang yang akan menjawab salam kalian?” Demikianlah dalam kitab Syarah al-Ihya juz 10 pada fasal tentang ziarah kubur.

Dalam kitab Najhul Balaghah dan Kitab Manaqib As-Sayyidis Syuhada Hamzah RA oleh Sayyid Ja’far Al-Barzanji dijelaskan bahwa hadits itu menjadi sandaran hukum bagi orang-orang Madinah untuk yang melakukan Ziarah Rajabiyah atau ziarah tahunan pada setiap bulan Rajab ke maka Sayidina Hamzah yang ditradisikan oleh keluarga Syeikh Junaid al-Masra’i (riwayat lain menjelaskan peringatan itu dilakukan karena ia pernah bermimpi dengan Hamzah yang menyuruhnya melakukan ziarah tersebut).

Bagi umat Islam di Indonesia, tersebut di atas selain menjadi dasar hukum Ziarah Rajabiyah, juga menjadi salah satu sandaran hukum Islam bagi pelaksanaan tadisi yang berkembang di tengah-tengah kita yakni peringatan haul atau acara tahunan untuk mendoakan dan mengenang para ulama, sesepuh dan orang tua kita.

Para ulama memberikan arahan yang baik tentang tata cara dan etika Ziarah Rajabiyah atau peringatan haul. Dalam al-Fatawa al-Kubra Ibnu Hajar mewanti-wanti, jangan sampai menyebut-nyebut kebaikan orang yang sudah wafat disertai dengan tangisan. Ibnu Abd Salam menambahkan, di antara cara berbela sungkawa yang diharamkan adalah memukul-mukul dada atau wajah, karena itu berarti berontak terhadap qadha yang telah ditentukan oleh Allah SWT.

Saat mengadakan Ziarah Rajabiyah atau peringatan haul dianjurkan untuk membacakan manaqib (biografi yang baik) dari orang yang wafat, untuk diteladani kebaikannya dan untuk berbaik sangka kepadanya. Ibnu Abd Salam mengatakan, pembacaan manaqib tersebut adalah bagian dari perbuatan taat kepada Allah SWT karena bisa menimbulkan kebaikan. Karena itu banyak para sahabat dan ulama yang melakukannya di sepanjang masa tanpa mengingkarinya.

Para ulama di Indonesia menganjurkan, sedikitnya ada tiga kebaikan yang bisa dilakukan pada acara peringatan haul: 1. Mengadakan ziarah kubur dan tahlil 2, Menyediakan makanan atau hidangan dengan niat sedekah dari almarhum. 3. Membaca ayat-ayat suci Al-Qur’an dan memberikan nasihat agama, antara lain dengan menceritakan kisah hidup dan kebaikan almarhum agar bisa diteladani.

Postingan terkait:

Belum ada tanggapan untuk "Tentang Ziarah Rajabiyah dan Peringatan Haul"

Post a Comment