Hal itu disampaikan Asad saat menjadi pembicara kunci dalam dialog kebangsaan bertajuk “Menelisik Masa Depan Indonesia, Indonesia dalam Perspektif Sakralitas Budaya” di Gedung PBNU, Jakarta Pusat, Selasa (30/10)
Menurutnya, sejak awal kebhinekaan di Nusantara tidak terlepas dari nilai-nilai solidaritas, tujuan hidup dan persatuan bangsa. Sikap ini berbeda dengan pluralisme Barat yang cenderung didominasi unsur individualisme dalam pengejawantahannya.
Karena itu, As’ad mengingatkan segenap elemen bangsa untuk lebih memperhatikan kenyataan ini. Selain sebagai cermin kemandirian budaya, pluralitas jenis ini juga termasuk penghargaan pada tradisi yang dimiliki.
“Jadi bagaimana pluralitas diarahkan menjadi kebersamaan,” katanya.
Wakil Ketua Umum PBNU juga menyinggung beberapa kesalahan cara pandang sejumlah orang dalam melihat kelompok tradisional di Indonesia, seperti NU. “Masih banyak yang mengatakan NU itu antiBarat, menolak modernitas, padahal tidak,” ujarnya.
Dia menegaskan, NU merupakan kelompok yang menjunjung tinggi tradisi, namun tidak menutup diri dengan masukan luar yang relevan dan baik untuk bangsa ini. Prinsip ini selaras dengan kaidah fiqh al-muhafadhah alal qadimis shalih wal akhdzu bil jadidil ashlah (memelihara unsur lama yang masih baik, dan mengambil yang baru yang lebih baik). Sumber: NU Online
Belum ada tanggapan untuk "PBNU: Pluralisme Indonesia Beda dengan di Barat"
Post a Comment