Jakarta, NU Online
Menyambut Harlah ke 85 NU, PBNU mengadakan ragam acara. Mulai seminar; dilangsungkan di Surabaya, Semarang, Bandung dan Jakarta. Pameran ekonomi, pagelaran seni dan budaya, pertemuan sufi tingkat dunia, rapat akbar warga nahdliyin, dan pertemuan PBNU-Afghnistan.
Dalam tiap acara, selalu diawali menyanyikan Indonesia Raya. Di seminar ekonomi nasional, di lantai 8 Gedung PBNU, Jakarta, Sabtu (9/7) peserta yang pada umunya pelaku ekonomi dan bisnis ini berdiri tegak menyanyikan Indonesia Raya.
Pada launching sekaligus bedah antologi puisi “Negeri Cincin Api” pada (9/7) di Galeri Cipta 2 Taman Ismail Marzuki (TIM), seluruh penyair dan peserta, berdiri menundukan kepala menyanyikan Indonesia Raya. Di pembukaan NU Expo 2011 yang berlangsung 14-17/o7 di JCC, Cenderawasih Room 3, para peserta pameran dari 100 stand dan pengunjung menyempatkan diri sejenak, menyanyikan Indonesia Raya.
Di hotel Borobudur Sabtu, 16/07 dalam rangka al-Multaqa al-Sufi al-Alamy (pertemuan sufi tingkat dunia) 700 peserta yang terdiri dari berbagai alairan tarekat dan tokoh sufi dunia berdiri tegak di hotel Borobudur. Habib Zaid bin Abdurahman bin Yahya (Yaman), sayid Rojab Dib al-Naqshabandi (Syiria) Syekh Abdurahman al-rukainy (Syiria) mereka ikut berdiri, menghayati lagu Indonesia Raya.
Puncak harlah ke 85 NU, Ahad, 17/07 ratusan ribu warga nahdliyin memadati Senayan. Rapat Akbar diawali Indonesia Raya yang menggetarkan Gelora Bung Karno. Senin, 18/07 di Hotel Borobudur, Jakarta, pada pembukaan pertemuan PBNU-Afghanistan kembali Indonesia Bergema.
Kebiasaan mengunmandangkan Indonesia Raya pada setiap acara NU bukanlah hal yang aneh. Selama Indonesia berdiri, warga nahdliyin akan mengumandangkan buah karya W. R. supratman ini. Ini merupakan komitmen kebangsaan yang tinggi dari warga nahdliyin. Sikap moderat guna menjaga kehidupan negeri ini yang majemuk. Pilihan ini dilandaskan atas pertimbangan dan hujjah (argumen) teologis yakni berdasarkan seruan Islam itu sendiri. Juga berdasarkan alasan ideologis dan bahkan pertimbangan epistemologis. Ini sebuah strategi kebudayaan Islam dalam memperkuat posisi kebangsaan.
“Bagi nahdliyin, penghormatan terhadap bendera Indonesia Raya, bendera Merah-Putih dan atribut kebangsaan, seperti petilasan untuk menghargai jejak dan jasa pahlawan yang telah berkorban nyawa demi Indonesia merdeka,” demikian dikatakan Wakil Ketua Lembaga Kajian Pengembangan SDM NU, Ahmad Baso.
"Munculnya, paham puritanisasi itu memang sengaja dihembuskan sejak masa kolonial Belanda. Karena Belanda tahu jika pesantren dan warga nahdliyin sangat mencintai NKRI dan siap melawan segala bentuk penjajahan," tambahnya.
Belum ada tanggapan untuk "Indonesia Raya Selalu Berkumandang di acara NU"
Post a Comment