Dalam budaya Jawa (kekhalifahan/kerajaan mataram Islam) tradisi rabu terakhir bulan safar ini di akomodir dalam tradisi Rebo Wekasan atau Rebo Pungkasan. Berbagai macam aktivitas islami hadir dalam tradisi rebo wekasan di masyarakat jawa, dari mulai berkumpul untuk tahlilan (zikir bersama), berbagi makanan baik dalam bentuk gunungan maupun selamatan, sampai sholat sunnah lidaf'il balaa bersama.
Shalat sunnah memohon ampun dari bala bencana (lidaf'il balaa) jamak dilakukan oleh pengikut Jamiyyah Nahdlatul Ulama di Indonesia dan dunia. Walau dalam khasanah pemikiran NU sendiri shalat ini diterima dengan baik dan memodifikasi/meluruskan ajaran islam-kejawen yang memelencengkannya menjadi Sholat Rebo Wekasan. KH.Hasyim Asy’arie pendiri NU juga pernah berfatwa, tidak boleh mengajak atau melakukan sholat Rebo wekasan karena hal itu tidak ada syariatnya. KH.Mustofa Bisri(Gus Mus) berfatwa kalau dikampung-kampung masih ada orang yang menjalankan sholat rebo wekasan, ya niatnya saja yang harus diubah. Jangan niat sholat Rebo wekasan, tapi niat sholat sunat gitu saja, atau niat sholat hajat walau hajatnya minta dijauhkan dari bala’, pokoknya jangan niat sholat Rebo wekasan karena memang nggak ada dasarnya. Dan kepada mereka yang jadi panutan masyarakat harus menjelaskan soal ini.” Shalat sunnah lidaf'il balaa ini tak harus dilakukan di hari rabu terakhir bulan safar, tapi dimana kala ketika kita merasa firasat buruk akan adanya bala bencana.
Di daerah saya (Kudus dan sekitarnya), rebo wekasan biasanya diramaikan dengan acara selamatan, sholat lidaf'il balaa dan pembagian air + wifiq. Wifiq sendiri merupakan merupakan varian dari rajah yang dibuat khusus dan diriwayatkan oleh para Ahlul Hikmah terdahulu untuk digunakan dan meminta berkah dan keselamatan dari Allah Swt. Wifiq yang beredar di daerah saya berbentuk kurang lebih sebagai berikut:
Wifiq ini berbentuk persegi empat dan lingkaran. Lafazh JIbril, Mikael, Israfil dan Izrail ditulis membentuk kotak yang masing-masing bergaris bawah lebih panjang dari tulisannya. Di dalamnya tertuliskan Allah Lathif bi’ibadihi. Kemudian dilingkari dengan tulisan basmalah dan ayat-ayat salam seperti Salamun Qaulan Min Rabbir Rahim, Salamun ala Nuhin fil’alamin dll. Biasanya ditulis oleh para ulama dan kyai maupun ahli hikmah kemudian direbus bersama air tawar dan didoakan bersama-sama sekalian oleh para warga. Air inilah kemudian yang akan dibagi-bagikan untuk diminum, dimasukkan sumur maupun untuk penggunaan lain.
Dibalik pertentangan penilaian tentang sah tidaknya, benar tidaknya, keliru tidaknya atau batil tidaknya amalan/tradisi ini tidak usah dibahas dan dipertentangkan. Silakan anda kritik dan utarakan pendapat anda tentang kebatilannya, tapi juga persilahkan kami para Nahdliyin dan umat Islam jawa/nusantara melakukan dan melestarikan tradisi ini. Lagipula tradisi ini akan mengingatkan siapa diri kita sebenarnya, seberapa kuatkah kita dibanding sang pencipta seraya memohon ampun kepada-Nya dan betapa bala dan berkah itu adalah kuasa Tuhan. Selain itu tradisi dapat memupuk rasa kebersamaan sewaktu-waktu bila ada bala bencana terjadi dan membudayakan rasa saling berbagi rejeki/sodaqoh.
No comments:
Post a Comment