Jakarta, NU Online - Lembaga Bahtsul Masail Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LBM PBNU) menggelar ‘Dialog Pemikiran Hukum Islam’, dengan narasumber utama Mufti Dar al Ifta’ Mesir, Syaikh Amru Al Wardani. Selain berujuan mendorong fatwa lebih moderat di waktu mendatang, kegiatan ini juga dimaksudkan sebagai kaderisasi mufti (0rang yang berfatwa) dan menjaga tradisi dialog pemikiran hukum Islam.
Kegiatan yang digelar pada Ahad sampai Selasa, 15 - 17 Januari 2012 di Hotel Gren Alia, Cikini, Jakarta, membahas berbagai hal terkait dengan fatwa, antara lain mengenai kualitas fatwa yang dihasilkan berdasarkan nash al-Qur’an dan Hadits. Kehadiran Syaikh Amru dimaksudkan sebagai narasumber utama untuk menyampaikan syarat-syarat mufti dan metodologi pengambilan fatwa.
"Pada akhirnya seorang ulama harus menjadi pemimpin. Ulama juga saya harapkan terus menyampaikan pesan agama yang mulia ke masyarakat, dan jangan mundur seikitpun dalam menyampaikan pesan-pesan yang mulia ini," kata Syaikh Amru melalui seorang translater.
Mengenai kondisi di Indonesia, dimana sebuah fatwa terkadang ditentang oleh sebagian masyarakat, Syaich Amru dengan tegas meminta agar hal tersebut tetap disampaikan. Meski demikian apabila penolakan dari masyarakat memiliki dasar-dasar yang dibenarkan sesuai hukum Islam, ulama tetap harus menerimanya dengan baik pula.
"Jika ada penolakan, mufti harus bisa menjelaskan dasar-dasar serta alasan-alasan yang digunakan dalam pengambilan fatwa dengan lebih detail. Alasan-alasan yang disampaikan masyarakat dalam penolakannya tetap harus dipertimbangkan dengan baik," tandas Syaich Amru.
Wakil Ketua Lembaga Bahtsul Masail Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LBM PBNU) KH. Arwani Faisal mengatakan, kegiatan 'Dialog Pemikiran Hukum Islam' memiliki tiga tujuan utama, yaitu mendorong ulama di lingkungan Nahdlatul Ulama untuk aktif menelaah aqwal al-ulama(pendapat-pendapat para ulama mujtahid) sebagai hasil ijtihad.
"Kami juga berharap agar ulama NU aktif mengembangkan telaah, terkait dengan dalil-dalilnash yang mendasarinya dalam aspek ijtid-lal dan istimbath. Kami juga berharap agar ulama NU memiliki pandangan-pandangan tentang hukum Islam yang moderat," terang Kiai Arwani.
Tentang pendapat Syaich Amru yang meminta ulama tetap menyampaikan fatwa meskipun mendapatkan tentangan dari sebagian masyarakat, Gus Ar, demikian Kiai Arwani biasa disapa, mengaku menyetujui dan sangat mendukung. "Itu berarti menyampaikan yang haq," tandasnya.
Gus Ar juga menyampaikan, mengenai adanya penolakan terhadap fatwa tertentu, dalam pandangannya kemungkinan disebabkan oleh sikap awam oleh sebagian masyarakat Indonesia terhadap hukum-hukum Islam. Kondisi tersebut harus disikapi dengan penjelasan yang lebih detail mengenai dasar-dasar yang digunakan.
"Tapi yang harus dicatat, penolakan biasanya datang dari sebagian kecil masyarakat, meski kondisi sebaliknya juga bisa terjadi. Pada kondisi seperti ini penjelasan yang lebih detail memang diperlukan," tegas Gus Ar.
Dari kegiatan 'Dialog Pemikiran Hukum Islam' ini, ke depan ulama NU diharapkan lebih profesional dalam menetapakan setiap fatwa. Pesan terakhir adalalah mendorong generasi muda untuk terus menekuni bidang hukum Islam yang selama ini telah banyak di antara mereka mengabaikannya.
Belum ada tanggapan untuk "Seminar Dialog Pemikiran Hukum Islam bersama Lembaga Bahsul Matsail NU"
Post a Comment