Sedangkan orang yang berulang-ulang pergi haji juga bermacam-macam motifnya. Ada yang merasa haji pertamanya tidak sah sebab tidak memenuhi rukunnya, sehingga memerlukan pergi haji lagi guna mengqadhanya. Ada pula haji yang kedua untuk menghajikan kedua orang tuanya. Ada pula yang beralasan kurang puas dengan haji yang pertama. Jika alasannya ‘puas-tidak puas’ tentunya ini berhubungan dengan kemantapan di hati. Entah merasa kurang khusu’ atau memang merasa ketagihan dengan pengalaman bathin ketika haji pertama. Memang perlu dicatat banyak sekali haduts yang menerangkan keutamaan haji misalnya:
أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: العمرة كفارة لما بينهما والحج المبرور ليس له جزاء الا الجنة (متفق عليه)
Rasulullah saw bersabda: Umrah ke umrah itu menghapus dosa antar keduanya, dan haji yang mabrur tidak ada balasannya kecuali surge.(Muttafaq Alaih) dan masih banyak lagi hadits semacam ini.
Jika demikian, pertanyaa lebih afdhal mana menggunakan dana untuk mengulang haji dan amal yang bermanfaat umum? Jawabannya tergantung dari mana sudut pandangnya. Karena masing-masing memiliki dalil fadhilah, dan keduanya bisa dibenarkan. Namun hendaknya perlu dipertimbangkan satu kaedah fiqih yang berbunyi:
المتعدى أفضل من القاصر
Amal yang mberentek (manfaatnya meluas) lebih afdhal dari amal yang terbatas.
Artinya, amal yang jelas-jelas memiliki manfaat lebih luas lebih afdhal dari pada amal yang hanya memuaskan diri sendiri. Oleh karena itu Imam Syaf’ir pernah berujar “menuntut ilmu lebih utama dari pada sholat sunnah”. Dengan kata lain menuntut ilmu yang manfaatnya dapat dirasakan oleh orang banyak, lebih utama dari pada sholat sunnah yang pahalanya hanya dirasakan untuk individu.
Meski demikian, namanya juga manusia sering kali terkalahkan oleh ego pribadinya. apalagi jika ia memiliki legitimasi dalil keagamaan ataupun dalil social yang lain. Seolah apa yang ia lakukan adalah sebuah kebenaran. Oleh karena itu, jawaban dari pertanyaan ini adanya di dalam hati. Karena banyak sekali orang yang mementingkan diri sendiri. Yang penting dirinya masuk surga tak peduli saudara dan tetangga masuk neraka. Seperti halnya mereka yang tega kenyang sendiri sementara tetangga dan keluarga lain kelaparan.
Disarikan dari Buku "Fiqh Keseharian", KH Musthofa Bisri (Gus Mus)
Belum ada tanggapan untuk "Mana Lebih Afdhal, Haji Kesekian Kali atau Bersedekah?"
Post a Comment