Bagaimanakah cara pemulasaraan jenazah yang meninggal akibat kecelakaan atau bencana, di mana tubuhnya seringkali rusak, tidak utuh, atau bahkan musnah?
Orang yang meninggal disebabkan bencana atau kecelakaan seringkali jasadnya rusak, tidak utuh bahkan habis atau tidak ditemukan. Selama masih ditemukan jasadnya, jenazah tetap wajib dipulasara secara lengkap. Hanya saja jika memandikannya bisa mengakibatkan kerusakan baru atau bertambah parah, maka digantikan dengan ditayamumkan. (Sayyid Bakri, I’anah at Thalibin, 2: 108).
Sedangkan jika yang ditemukan berupa potongan anggota tubuh maka potongan tersebut tetap dimandikan dan dishalatkan, dengan maksud menyalatkan jenazah seutuhnya, lalu dikuburkan. Jenazah yang tidak ditemukan hanya dishalatkan. Di mana pun diperkirakan posisi jenazah, orang yang menyalatkan tetap menghadap kiblat. (Imam Nawawi, al-Majmu’ 'ala Syarhil Muhadzdzab, 5: 254) Dalam keadaan normal haram hukumnya menguburkan dua jenazah dalam satu liang kubur. Sedangkan dalam keadaan darurat—misalnya jumlah jenazahnya banyak sekali dan sulit menguburkan secara terpisah satu persatu—maka boleh menguburkan mereka secara masal sesuai kebutuhan, sebagaimana dulu dilakukan oleh Rasulullah SAW terhadap korban Perang Uhud (Al-Khâtib As-Syirbini, al-Iqnâ’ fî Halli Alfâdzi Abî Syujâ’, 1: 194).
Sumber: NU Online
Belum ada tanggapan untuk "Hukum Pemulasaraan Jenazah Tidak Utuh"
Post a Comment